Langsung ke konten utama

Postingan

Fungsi Redaktur sebagai “Wasit” Pemberitaan

Blog JARAR SIAHAAN — Di kantor redaksi media, tugas utama redaktur atau editor adalah, antara lain, menulis judul berita, mengoreksi ejaan, menata koherensi antarkalimat, dan menjaga agar berita tidak menyalahi kode etik jurnalistik. Dalam menjalankan tugasnya itu, editor juga berfungsi sebagai “wasit”. Aku menulis liputan panjang bergaya jurnalisme sastrawi di situs LAKLAK.id Apabila reporter menulis dalam beritanya, “… jawab Ketua DPRD dengan nada arogan sembari berjalan meninggalkan wartawan ,” editor mesti melesapkan keterangan “dengan nada arogan.” Begitu juga halnya dalam contoh ini, “… kata Bupati, yang akrab dengan wartawan itu,” sebaiknya editor menghapus “yang akrab dengan wartawan itu.” Contoh pertama di atas “itu karena enggak dapat amplop, Lae.” Contoh kedua tergolong “berita ngocok lagi, Lae,” atau “wangi kali beritanya.” Begitulah aku dan kawanku sesama redaktur, misalnya Indra Gunawan, Yulhasni, dan—kalau aku taksalah mengeja namanya—Joni Samiran, berkomentar dan bergu

Jejak Jurnalistik Jarar Siahaan

Blog Jarar Siahaan — Wartawan Hayun Gultom di Pangururan, Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatra Utara, baru saja menerbitkan situs berita lokal BatakRaya.com. Media siber ini menjadi penerus koran tabloid Batak Raya yang dulu kami kelola tahun 2016. Karya jurnalistik Jarar Siahaan berupa memoar di koran Batak Raya Hayun Gultom memintaku menjadi pemimpin redaksi BatakRaya.com, tapi aku mengatakan dirinya pun sudah bisa jadi pemred. Aku cukup sebagai editor tamu dan sekaligus konsultan redaksi dengan gaji bulanan yang kami sepakati. Tulisan pertama Hayun yang terbit dalam situs Batak Raya berupa memoar tentang diriku, semacam jejak karier jurnalistik yang sudah kulewati selama 28 tahun sejak menjadi reporter pada 1994 hingga menjadi redaktur dan akhirnya pemimpin redaksi di berbagai media cetak dan media siber. Dalam artikel tersebut Hayun menulis kisah perkenalan pertama kami di surat kabar mingguan Media Tapanuli yang terbit di Kabupaten Tapanuli Utara. Dia juga menceritakan ilmu jur

Wartawan Jangan Berbagi Berita, Awas Kartu Kompetensi Dicabut

M ulai hari pertama berkarya selaku wartawan pada 25 tahun silam sampai hari ini, aku tidak pernah menjiplak karya fotografi jurnalistik atau karya tulis orang lain, bahkan walaupun hanya satu kalimat. Aku membenci penjiplak seperti membenci koruptor, karena keduanya sama-sama maling.

Tenaga Ahli Jurnalistik

S eorang aparatur pernah menawariku kerja sebagai tenaga ahli jurnalistik di lembaga pemerintah pada tahun lalu. Tugasku membantu mereka mengelola informasi yang disiarkan lewat media yang mereka miliki: situs web, radio, media cetak, dan akun-akun media sosial. Selain itu, juga membantu mereka secara khusus dalam hal fotografi dan siaran pers.

Kalimat yang Takbaik dan Takbenar

K alimat yang baik (pragmatikal) dan benar (gramatikal) dapat dipelajari antara lain dengan menemukan kesalahan tata bahasa dalam kalimat-kalimat yang tengah kaubaca. Berikut lima belas contoh kalimat bahasa Indonesia yang takbaik dan takbenar beserta koreksinya. Beberapa koreksi kutulis samar-samar dengan gaya bahasa satire.

Mendetoks Racun Medsos

K egemaran banyak orang akan media sosial dan ponsel pintar sebenarnya takganjil, karena sebagai makhluk sosial dia secara kodrati selalu bernafsu untuk berinteraksi dengan orang lain, termasuk lewat internet. Yang jadi perkara: manakala penggunaan medsos dan gawai mengakibatkan iritasi sosial atau pembohongan publik.

Jatuh Cinta kepada Wartawan

A ku minggat dari rumah namboru , saudari ayahku, di Ternate, Maluku Utara. Pada pukul 05.30 aku melompat melalui pagar beton rumah kemudian bergegas ke pelabuhan untuk menumpang kapal samudra Umsini selama lima hari menuju ke Belawan, Sumatra Utara. Waktu itu aku masih remaja kencur, baru satu tahun duduk di bangku SMA, dan baru lulus ujian kenaikan kelas. Semenjak bersekolah di Ternate mulai kelas II SMP aku tidak kerasan tinggal di rumah tanteku itu karena dipaksa berdisiplin. Aku melawannya dengan berkali-kali bolos sekolah. Pernah selama beberapa hari aku mangkir, tidak pulang ke rumah tanteku, tidur di tangsi kodim di rumah Wawan, sahabatku di sekolah dan di dojo karate. Pada akhirnya aku hengkang dari Ternate dan kembali ke kampung halaman di Balige, Toba Samosir, supaya bisa bertindak sendiri sebebas-bebasnya​.